Identitas muslim urban merupakan sepenggal ide yang telah lama Cahyono coba kuliti melalui beragam aktivitas keseharian dan diskursus-diskursus kecil bersama komunitas keagamaan di Kota Semarang. Barangkali wacana identitas masyarakat muslim urban ini kerap mewarnai diskursus-diskursus akademik di tengah isu keagamaan yang selalu seksi dibicarakan. Isu keagamaan, ketika ditarik ke lingkup yang lebih luas di tengah masyarakat urban, melahirkan beragam perspektif. Baik dilihat dari pendekatan sosial, politik, kebudayaan dan ekonomi.
Di tengah arus modernisasi yang kian deras menjalar ke akar tradisi masyarakat muslim urban, situasi ini tentu menjadi tantangan hebat. Bagaimana mereka mempertahankan tradisi keagamaannya, juga bagaimana aktivitas ekonomi tetap berkembang. Semarang merupakan
salah satu kota industri yang sejak lama menjadi wilayah lalu lintas perdagangan.
Masyarakat Kota Semarang cukup hibrid. Kita dapat menjumpai kampung-kampung yang bernuansa etnis. Kampung Melayu, Kampung Arab, Pecinan, misalnya. Uniknya, di tengah pusat kota tepatnya di Kauman, masih terdapat pasar tradisional yang berdampingan dengan pondok pesantren tradisional. Di sini CAhyono melihat ada karakter masyarakat urban yang unik, dan jarang
ditemukan di kota-kota lain di Indonesia. Bagaimana upaya-upaya mempertahankan identitas kultural mereka ditengah menguatnya arus modernisasi. Terlihat dalam beberapa momen tertentu, kerap diwarnai dengan tradisi yang kental dengan nilai keislamannya. Tradisi Dugderan, Nyadran,
Gebyuran, adalah contoh tradisi yang kental dengan nuansa keislamannya.